Dilarang Sejak 2018, Ternyata Ini Pembawa Bemeriaman ke Martapura

530

MARTAPURA,- Akhirnya penghujung bulan Ramadan tiba dan tibalah hari raya Idul Fitri 1443 Hijriyah setelah 1 bulan berpuasa.

Ada banyak tradisi untuk menyambut hari raya Idul Fitri disetiap daerah, tak terkecuali di Kabupaten Banjar, misalnya budaya bemeriaman di Kecamatan Martapura Timur yang berada di sepanjang aliran Sungai Martapura.

Namun budaya menyalakan meriam karbit yang dilakukan setiap malam hari raya dan siang setelah salat Idul Fitri ini tak lagi dilaksanakan sejak 2018.

Hal ini merupakan kesepakatan warga, tokoh agama, tokoh masyarakat dan forkopimcam untuk tidak melaksanakan lagi tradisi tersebut.

Hal ini diungkapkan Kasi Humas Polres Banjar Iptu Suwarji yang juga menjabat sebagai Kapolsek Martapura Timur pada tahun 2018 tersebut baru-baru ini.

Budaya bemeriaman sendiri menurut Iptu Suwarji berdasarkan cerita mendiang Bupati Banjar 2016-2021 KH. Khalillurrahman atau akrab disapa Guru Khalil tersebut bukan berasal dari Kabupaten Banjar.

“Menurut almarhum Guru Khalil, awalnya budaya bemeriaman tersebut dibawa oleh ayah beliau dari Kalimantan Timur,” ungkapnya.

Pada saat itu belum ada listrik yang masuk di Kota Martapura, sehingga digunakanlah Meriam karbit sebagai isyarat penanda misalnya untuk waktu berbuka puasa atau imsyak.

“Jadi digunakan pula sebagai isyarat buka puasa dan imsyak. Tapi menurut almarhum Guru Khalil, bahan meriam dulu dari batang kelapa yang di lobangi seperti bambu,” katanya.

Kemudian budaya meriaman tersebut dilanjutkan dengan menggunakan Meriam dari besi dan menggunakan bahan karbit sebagai bahan untuk menghasilkan ledakan.

Efek ledakan dari gas yang dihasilkan karbit sendiri cukup kencang, bahkan suaranya bisa memecahkan kaca rumah.

“Suaranya bisa memecahkan rumah, selain itu orang tua yang punya penyakit jantung dan bayi harus diungsikan. Karena itu jangan lagi dimulai karena memang sejak 2018 sudah ada kesepakatan untuk kegiatan tersebut dihentikan, karena punya dampak yang luar biasa negatif,” terang Iptu Suwarji.

Kini Polres Banjar setiap tahun terus melakukan patroli hingga memasang spanduk sebagai tindakan persuasif agar kegiatan bemeriaman tersebut tak lagi dilaksanakan.

“Pada kesempatan ini, kami kembali menghimbau dan menegaskan kepada warga masyarakat Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar dan sekitarnya, utamanya yang berlokasi di sepanjang bantaran sungai Martapura, untuk tidak membuat dan atau meledakan meriaman, baik terbuat dari bahan bambu, batang nyiur (kelapa) maupun pipa besi yang dengan diameter kecil hingga besar, serta tidak membeli, menyimpan dan menggunakan karbit untuk bahan peledak, karena itu melanggar hukum dan akan ada sanksi yang cukup berat, apalagi jika menimbulkan korban jiwa,” pesannya.

Reporter : Ronny
Editor : Ronny Lattar